Selasa, 10 Maret 2009

Water Palace / Taman Air Tirtagangga

Hasil Karya Sang Arsitek Otodidak Setelah Taman Soekasada Ujung.



Pesona Focal Point Tugu Air Mancur Taman Air Tirtagangga


Keluarga Raja Karangasem dengan Latar Tugu Air Mancur.
Betapa Karangasem kaya akan Peninggalan karya Arsitektur yang bersejarah , seperti Taman Ujung, Puri Agung dan Taman Air Tirtagangga, yang merupakan satu kesatuan Perencanaan yang mana Puri Karangasem sebagai Sentral dari kedua Taman tersebut diatas. Jelas kedua Taman ini menggunakan Air sebagai elemen utama Perwujudan kedua taman tersebut yang ditunjang keindahan Alam sekitarnya.


Taman Tirtagangga Tempo Dulu

Sebelum taman ini dibangun, di area taman itu terdapat mata air yang besar. Mata air ini digunakan oleh penduduk dari desa sekitar untuk mencari air minum dan tempat "pesiraman" atau "penyucian" Ida Betara (para dewa), oleh karena itu, mata air itu di sakralkan oleh penduduk sekitar. Dari mata air inilah Raja Karangasem mendapat ide untuk mendirikan sebuah taman, baik dari segi mata air dan udara yang sejuk cocok untuk dibuat taman. Arsitekturnya merupakan kombinasi antara gaya
Bali dengan gaya Cina. Taman Tirta Gangga berlokasi di desa Ababi, daerah Abang, sekitar 83 km dari Denpasar.


Lay Out Taman Tirtagangga.

Taman Air Tirta Gangga dibangun Raja Karangasem terakhir, Anak Agung Agung Anglurah (AAAA) Ketut Karangasem (1808-1941) alias I Gusti Bagus Jelantik, sekitar tahun 1922. Taman Air Tirta Gangga dibangun bersamaan dengan dibangunnya Taman Sukasada Ujung. Suasana asri langsung menyergap ketika kaki melangkah memasuki Taman Air Tirtagangga di desa Ababi, Abang Karangasem. Ya, inilah taman peninggalan raja terakhir Karangasem, Anak Agung Anglurah Ketut Karangasem.

Tirtagangga terletang pada daerah 1,2 hektar yang terdiri atas tiga kompleks. Kompleks pertama yakni pada bagian paling bawah dapat ditemukan dua kolam teratati dan air mancur. Kompleks kedua adalah bagian tengah dimana dapat ditemukan kolam renang; sementara, pada bagian ketiga, yakni kompleks ketiga, kita dapat menemukan tempat peristirahatan raja.

Taman seluas 1,2 hektar ini dibangun sebetulnya untuk dam pertanian di daerah sekitarnya. Taman air ini memanfaatkan mata air yang muncul dari kaki bukit di desa Ababi. Dulunya warga sekitar menamakan daerah ini sebagai embukan yang dalam bahasa Bali berarti mata air. Raja Karangasem membangun Taman Air ini sebagai pemenuhan kebutuhan warga bagi air bersih dan juga bagi air suci untuk pembersihan dewa atau Ida Betara. Warga sekitar menganggap air dari mata air di Taman Air Tirtagangga ini sebagai air suci.


Gadis-Gadis Bali Tempo Dulu menikmati Kesejukan Air Kolam Tirtagangga.

Raja Karangasem sendiri dulu kabarnya sering memanfaatkan tempat ini sebagai olah kanuragannya dan tempat menyepi mencari inspirasi. Raja Karangasem Sang Aristek Otodiak ini juga melihat, fungsi mata air yang diolah menjadi taman air bisa menjaga kelestarian alam. Air bersih yang mengalir bisa mendinginkan daerah sekitar dan juga memberikan alternatif wisata bagi warga Bali dan akhirnya turis mancanegara pada masa kini

Taman Tirta Gangga merupakan sebuah taman yang lebih diutamakan untuk tempat permandian karena air yang keluar dari mata air yang sangat jernih dan dingin, menyebabkan para wisatawan yang berenang di kolam itu menjadi segar. Di samping memiliki air yang jernih dan dingin, juga udara yang sejuk menyebabkan Taman Tirta Gangga ini sangat mempesona para wisatawan. Beberapa bangunan dan hiasan sengaja dibuat sesuai dengan spirit dari Puri Agung Karangasem, sehingga antara Taman Tirta Gangga maupun Taman Sukasada yang terletak di desa Ujung menjadi suatu kesatuan, Perencanaan yang memadukan konsep Arsitektur Eropah, Cina dan Arsitektur Lokal.

Nah tidak lengkap rasanya klo ke Karangasem tidak menikmati keindahan, keasrian dan kesejukan Taman Istana Raja Karangasem. Dan apabila memungkinkan bisa menikmati betapa dinginnya air Kolam Tirtagangga, dan suasana hening apabila melewatkan pergantian malam menginap di Taman Tirtagangga.

Posting : Komang Sugiarta

Selasa, 17 Februari 2009

SITUS BALE KAPAL BERDIRI BISU

Sebagai Saksi Sejarah Peradaban Taman Soekasada Ujung



Balai Kapal berada diatas Bukit persis di Tengah-Tengah Kolam I dan Kolam II. Untuk bisa sampai ke Balai Kapal Orang Harus mendaki tangga yang bertingkat-tingkat. Bale Kapal yang berada di lokasi tertinggi. Dari bale ini dulunya Raja Karangasem melihat Selat Lombok untuk mengetahui apakah ada kapal yang datang. " Tangga menuju Balai Kapal merupakan Simbolis Jenjang Proses Hukum yang ada di Negara Kita yaitu dimulai dari Tingkat Pengadilan Negeri naik menuju Pengadilan Tingg, kemudia naik lagi sampai Mahkamah Agung dan Terakhir sampai pada tingkat Grasi yang dimohonkan kepada Kepala Negara.. Semua keberaaan jenjang proses Hukum ini adalah semata-semata untuk memberikan Pelayanan Hukum yang baik dan benar kepada orang-orang yang berkepentingan mencari keadilan.





Rombongan Istri Parlemen Se Dunia




Posisi Balai Kapal yang ada di Tengah-tengah antara Kolam I dan Kolam II sepertinya sebagai As Tengah dalam menjaga Arsitektur antara Bagian Kolam I yang ditengahnya ada Bale Kambang dan Kolam II yang diatengahnya ada Bale Gili, seolah-olah menjadi Sumbu keseimbangan.




Balai Kapal merupakan Simbolis dari suatu Negara dimana didalam kapal ada muatan berupa Manusia yaitu Simbolis dari rakyat. Sebuah kapal harus dilengkapi dengan Kompas agar Kapal dapat berlayar menuju Tujuan dengan kepastian bahwa kapal akan tiba didaratan yang menjadi Tujuan.

Demikian juga sebuah Negara mutlak harus dilengkapi dengan Undang-Undang dan Hukum dengan perangkatnya. Kompas adalah Jiwa dari sebuah kapal demikian juga Undang-Undang dan hokum adalah Jiwa dari sebuah Negara.

Dapat dibayangkan apa jadinya Kapal yang tidak memiliki Kompas, maka Kapal bisa tersesat atau Kapal bisa tidak tepat mencapai Daratan yang menjadi Tujuan. Demikian pula dengan Negara yang tidak memiliki Undang-Undang.

Diposting Komang Sugiarta.

Sumber Made Suarda

Senin, 16 Februari 2009

Arsitektur Taman Soekasada Ujung.

Maha karya Agung dari Sang Arsitek Otodidak.

Taman Soekasada Ujung dibangun pada tahun 1919 pada masa pemerintahan Raja I Gusti Bagus Jelantik ( 1909 – 1945 ) yang bergelar Anak Agung Agung Anglurah Ketut Karangasem dengan melibatkan arsitek Belanda yang bernama van Den Hentz dan seorang arsitek Cina bernama Loto Ang, dan diresmikan penggunaannya pada tahun 1921. Taman ini digunakan sebagai tempat peristirahatan raja selain Taman Tirtagangga, dan juga diperuntukkan sebagai tempat menjamu tamu-tamu penting seperti raja-raja atau kepala pemerintahan asing yang berkunjung ke Istana kerajaan Karangangasem.

.

Berdasarkan hasil-hasil penyelidikan arkeologis-historis dapat diketahui bahwa taman ini adalah sebuah contoh hasil akulturasi budaya yang serasi antara arsitektur tradisional lokal (Bali) dengan arsitektur Eropa dan Cina. Arsitektur Bali terlihat jelas pada motif dekorasinya berupa cerita-cerita wayang serta motif patra lainnya, arsitektur Belanda terlihat pada bentuk bangunannya yang memiliki gaya indis, dan arsitektur Cina terlihat pada pembuatan gapura masuk, kolam segidelapan, dan Bale Bundar (bale bengong).

Ragam arsitektur bertebaran di Taman Gili. "Campursari" itu terlihat jelas pada bgn pilar- pilar Pilar itu sangat khas Portugis," Pengaruh Eropa lainnya terlihat pada kubah bentuk setengah lingkaran yang memperlihatkan konsep dome meski dalam skala kecil. Kubah ini berbentuk delapan sudut. "Padahal atap bangunan di Bali biasanya terlihat berbentuk empat sudut Selain pengaruh Eropa, sentuhan oriental Cina bisa dilihat pada bentuk jembatan dan puncak angkul-angkul sepanjang jembatan. Bentuknya yang meruncing di ujung dan mirip mahkota diadaptasi dari model struktur bangunan di Cina. Sedangkan atap yang dibangun lebih mirip masjid. "Bisa jadi saat itu beliau memang terpengaruh Timur Tengah," ( keterangan Rumawan Salain )


Berdasarkan hasil-hasil penyelidikan arkeologis-historis dapat diketahui bahwa taman ini adalah sebuah contoh hasil akulturasi budaya yang serasi antara arsitektur tradisional lokal (Bali) dengan arsitektur Eropa dan Cina. Arsitektur Bali terlihat jelas pada motif dekorasinya berupa cerita-cerita wayang serta motif patra lainnya, arsitektur Belanda terlihat pada bentuk bangunannya yang memiliki gaya indis, dan arsitektur Cina terlihat pada pembuatan gapura masuk, kolam segidelapan, dan Bale Bundar (bale bengong).



Sang pendiri taman, dengan kemampuan teknis- arsitektural,estetik dan kasat mata menggunakan konsepsi kosmologi masyarakat Bali sebagai landasan ideologis, telah berhasil memanfaatkan bentang alam dan lingkungan di sekitarnya yang berteras- teras dengan gunung-gunung sebagai latar belakang alami, sumber air, sungai-sungai danpesisir Pantai Ujung.

Relief-relief Taman Sukasada Ujung, yang ada pada dinding bangunan, pada Pilar, itu menceritakan epos Ramayana dan Mahabharata, seperti kesukaan Djelantik pada sastra," kata Anak Agung. Sistem pertukangan yang digunakan sudah modern, yakni pengecoran serta penggunaaan cetakan untuk membuat relief di dinding bangunan. Ketika itu, cara semacam itu baru dan langka.

Berapa sumber diambil dari

Tulisan Bpk Md Suarda

Template by - Abdul Munir | Daya Earth Blogger Template